1.1. Definisi
Typhus Abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhosa, bercirikan lesi definitif di plak Peyer, kelenjar mesenterika dan limpa, disertai oleh gejala demam yang berkepanjangan, sakit kepala dan nyeri abdomen.
1.2. Epidemiologi
Infeksi berasal dari penderita atau seorang yang secara klinik tampak sehat tetapi yang mengandung kuman yang keluar bersama faccesnya atau bersama kemih (carrier). Kuman-kuman ini mengkontaminasi makanan, minuman dan tangan. Lalat merupakan penyebar kuman typhus terpenting, karena dari tempat kotor ia dapat mengotori makanan.
Masa inkubasi (masa sejak terpapar oleh virus sampai timbulnya gejala pertama) berkisar antara 1-3 minggu (rata-rata 10-14 hari)
1.3. Etiologi
Etiologi : Salmonella typhi
• Batang gram negatif
• Termasuk dalam famili Enterobacteriaceae
1.4. Faktor Risiko
• Kebiasaan jajan di tempat-tempat yang tidak memenuhi syarat kesehatan
• Lingkungan yang kotor
• Daya tahan tubuh yang rendah
1.5. Patofisiologis
Salmonella tyhpi masuk ke dalam saluran pencernaan melalui makanan dan atau minuman yang tercemar. Sebagian kuman akan mati akibat barier asam lambung, tapi sebagian lagi akan lolos ke dalam usus.
Sesampainya di usus, bakteri akan menembus masuk ke dinding usus halus melalui kelenjar yang disebut plak Peyer dan menimbulkan peradangan di sana. Bakteri ini kemudian berkembang biak dalam makrofag plak peyer tersebut.
Lama-kelamaan plak Peyer yang membesar akan menekan dinding usus sehingga terjadi nekrosis dan akhirnya pecah. Akibatnya kuman akan tersebar melalui darah (septikemi) ke seluruh organ tubuh.
kuman-kuman
usus
kelenjar getah bening mesentarium [berproliferasi]
ductus thoracicus
peredaran darah
kuman-kuman musnah - endotoksinnya keluar
menyebabkan gejala-gejala penyakit.
Kelainan yang timbul pada jaringan limfoid usus dapat dibagi atas beberapa tingkat :
a. Tingkat I :
• Waktu inkubasi
• Proloiferasi sel retikuloendotel yang mempunyai daya fagosit dan membentuk sel-sel besar, mengandung satu inti yang jelas (mononukleus) dan mempunyai sitoplasma yang berlebihan berwarna merah (eosinofil). Dalam sitoplasma sel-sel ini terdapat kuman atau sisa-sisa jaringan nekrotik dan eritrosit (erythrophagocytosis). Sel-sel ini disebut pula sel typhus. Akibat kerusakan pada susuan retikuloendotel sumsum tulang dan tempat hemopoiesis, maka pembentukan lekosit berkurang.
• Pelebaran pembuluh darah (hiperemi) ; lekosit jarang.
• Bercak-bercak peyer dan lymphonoduli akibat hiperemi dan hiperplasi tampak membengkak dan menonjol di atas permukaan selaput lendir. Lamanya 1 minggu.
b. Tingkat II :
• Nekrosis daripada jaringan limfoid yang membengkak itu dan mengeras seperti kerak dan disebut tingkat keropeng.
c. Tingkat III :
• Keropeng yang terdiri atas jaringan limfoid nekrotik dilepaskan, terjadilah tukak (ulkus). Tukak itu bertempat pada bercak peyer dan berbentuk lonjong dan memanjang menurut poros usus. Dasar tukak diliputi fibrin yang mengandung lekosit dan jaringan nekrotik dan secara mikroskopik tempat makrofag pada semua lapisan usus.
d. Tingkat IV :
• Tingkat resolusi (pembersihan) atau penyembuhan, jika terjadi perforasi.
• Tukak sembuh dengan regenerasi mukosa yang sempurna tanpa parut dan tanpa stenosis.
1.6. Gejala dan Tanda Klinis
Gejala- Gejala :
• Gejala biasanya diawali dengan rasa tidak enak badan, nyeri yang tidak jelas, sakit kepala dan bisa juga mimisan, konstipasi, lemas.
• Dalam beberapa hari sampai minggu, terjadi kenaikan suhu badan yang bisa mencapai lebih dari 40°C. Pada saat ini, sebuah tanda khas demam tifoid yang disebut rose spots “bintik merah muda” bisa terlihat, khususnya pada bagian perut (abdomen). Tanda yang juga dapat dijumpai pada daerah dada dan punggung ini akan telihat memudar bila ditekan.
• Pada akhir minggu pertama, terjadi gejala-gejala hematopoetik sebagai pembesaran limpa (splenomegali), lekopeni dan berkurangnya atau menghilangnya dari darah sel-sek lekosit polinukleus dan eosinofil.
• Pada minggu kedua, suhu badan akan mengalami remisi harian. Panas terutama meningkat pada malam hari dengan perbedaan temperatur lebih kurang ½ sampai 2°C dibanding pagi hari. Bila demam sangat tinggi dapat terjadi penurunan kesadaran dan penderita mengigau.
• Retensi urin cukup sering terjadi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan :
• Bradikardi relatif (frekuensi denyut jantung relatif lambat bila dibanding dengan tingkat kenaikan suhu tubuh).
• Lidah tifoid (Awalnya merah di tengah dengan tepi hiperemis dan bergetar, bila penyakit berat lidah menjadi kering dan pecah-pecah serta berwarna kecoklatan).
• Perkusi abdomen: timpani
• Palpasi abdomen: Nyeri tekan khususnya di fosa iliaka
• Stupor
• Bergumam
• Delirium
• Twitching otot-otot
• Karpologia
• Koma vigil
Pada masa penyembuhan dapat terjadi :
• Anemia
• Kerontokan rambut
1.7. Pemeriksaan Laboratorium
• Pembiakan kuman dari darah penderita. Pembiakan akan positif selama minggu pertama penyakit, yaitu pada saat-saat terjadinya bekteremi.
• Tes serologi Widal ialah percobaan terhadap antibodi, berupa aglutinasi antigen-antibodi.
• Perhitungan lekosit merupakan cara penting bagi diagnosis penyakit typhus, yaitu akan ditemukan lekopeni yang terutama disebabkan menurunnya jumlah sel polinukleus dan sering menghilangnya sel eosinofil.
• Pada minggu ke-3, kemih dapat mengandung kuman typhus.
1.8. Komplikasi
Komplikasi biasanya timbul pada minggu ke-3 atau ke-4 dan terjadi pada ± 25% kasus yang tidak mendapatkan pengobatan. Kematian sering mengikuti komplikasi ini. Komplikasi tersebut antara lain :
• Gangguan metabolik
• Perdarahan saluran cerna
• Perforasi saluran cerna
• Peritonitis
• Hepatitis tifosa
• Pnemonia
• Ensefalopati tifosa
• Abses otak
• Meningitis
• Osteomielitis
• Endokarditis
• Abses pada berbagai organ
• Komplikasi yang paling sering terjadi dan berbahaya adalah perdarahan dan perforasi saluran cerna. Turunnya suhu tubuh secara drastis sering menjadi pertanda terjadinya komplikasi tersebut.
1.9. Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan yang mungkin muncul :
• Peningkatan suhu tubuh : hipertermi berhubungan dengan proses penyakit (bakterimia).
• Nyeri berhubungan dengan patofisiologis penyakit.
• Potensial terjadinya pendarahan intraabdominalis berhubungan dengan lekopeni
• Gangguan pola eliminasi behubungan dengan konstipasi.
1.10. Penatalaksanaan
• Isolasi penderita (untuk mencegah penularan)
• Tirah baring
• Diet bergizi tinggi dan mudah dicerna. Makanan sebaiknya tidak banyak mengandung serat dan tidak merangsang (seperti pedas dan asam)
• Masukan cairan harus cukup
• Kompres hangat bila terjadi panas tinggi
• Pembedahan kadang diperlukan bila penggunaan obat-obatan dan dekompresi usus gagal mengatasi perdarahan saluran cerna yang berat. Tindakan tersebut juga dibutuhkan bila terjadi perforasi usus.
1.11. Farmakoterapi
• Antibiotika
Antibiotika diberikan berdasarkan tes sensitivitas. Antibiotika yang umumnya dipergunakan antara lain :
- Kloramfenikol
- Ampisilin
- Trimetoprim-Sulfametoksasol
- Quinolon
• Antipiretik
Umumnya yang dipergunakan adalah parasetamol
1.12. Pencegahan
• Tingkatkan kebersihan diri dan lingkungan
• Pilih makanan yang telah diolah dan disajikan dengan baik (memenuhi syarat kesehatan)
• Jamban keluarga harus cukup jauh dari sumur (harus sesuai standar pembuatan jamban yang baik)
• Imunisasi
DAFTAR PUSTAKA
Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.1. Jakarta : EGC.
Soepaman, Sarwono Waspadji. 2001. Ilmu Penyakit dalam Jilid II Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
http://www.mediastore.co.id/kesehatan/news/0602/08/095423.htm
http://www.infokesehatan.co.id
0 komentar:
Posting Komentar